Di sisi lain, bilamana keinginan kuat untuk menjalankan role yang sangat relevan ini sudah dimiliki sebagian kalangan pemimpin, sayangnya sangat sedikit mereka yang sudah memiliki kompetensi (SKILL) sebagai people developer.
Kondisi ini diperburuk dengan kurangnya perhatian baik individu maupun organisasi untuk dengan serius mengembangkan kompetensi tersebut. Pemimpin dan organisasi lebih memilih mengembangkan kompetensi yang langsung terlihat dan dianggap berdampak sehingga menarik perhatian seperti: strategic skill, business acumen dan PnL management. Sedangkan upaya mengembangkan manusia dan membentuk talenta dianggap tidak segera terlihat dampaknya atau kurang jelas terlihat hasilnya, sehingga kurang menarik untuk ditekuni.
Tentu adanya kesadaran dan keinginan saja tidak cukup untuk menjalankan peran pemimpin dalam talent development. Tanpa kompetensi yang memadai, menjalankan peran tersebut akan terasa berat dan juga belum tentu efektif memberikan hasil yang diinginkan. Lalu, kompetensi apa yang perlu dikembangkan oleh pemimpin untuk dapat menjalankan peranan ini?
McKinsey mengatakan kompetensi yang perlu dimiliki pemimipin untuk peran ini adalah coaching (leaders coach). Dimana pemimpin diharapkan lebih bisa berperan sebagai coach bagi tim yang dipimpinnya.
Kompetensi seorang Coachleaders yang paling mendasar adalah non directive skill. Secara gamblang ini adalah kemampuan untuk “bertanya” vs mengarahkan/memerintah (asking vs telling)untuk mencapai tujuan. Peranannya lebih sebagai mind provokator daripada mind shapping, atau sebagai learning partner daripada learning instructor. Dengan demikian pemimpin lebih mendorong tim untuk menemukan sendiri jawaban atau solusi dalam mencapai kinerja lebih baik (self-discovery dan self-reflecting. ) Singkatnya, bagaimana pemimpin mampu memfasilitasi proses belajar sehingga memberi dampak signifikan bagi pengembangan individu, tim, dan organisasi.
Untuk memiliki kompetensi Coach leaders, pemimpinperlu mengembangkan beberapa perilaku utama (core behaviors), salah satu yang mendasar adalah meyakini penting dan gentingnya belajar (value learning,). Ini berartipemimpin harus meyakini pentingnya belajar, dan mendorong proses belajar bagi setiap orang termasuk dirinya.
Learning sendiri terjadi bila ada proses menghubungkan titik-titik atau poin-poin (connecting the dots) dengan melihat ke belakang (looking backward) atau reflektif (reflection) dari apa yang sudah/pernah terjadi.Pengalaman (experience) ini kemudianyang seterusnya (moving forward) dijadikan landasan untuk menemukan cara baru yang lebih baik dengan harapan hasil yang lebih baik pula.
Setiap orang belajar dengan preferensi dan cara berbeda, dengan tingkat intensitas dan keseriusan yang berbeda pula, yang akhirnya akan menentukan seberapa baik performa yang dicapai seseorang dan seberapa jauh kemajuan dalam hidupnya. Namun ada beberapa faktor penting yang menentukan keberhasilan proses belajar, yaitu adanya:
KEINGINTAHUAN (curiosity) — rasa keingintahuan untuk mencari sesuatu yang lebih baik, lebih cepat dan lain-lain. Orang yang memiliki curiosity selalu berada dalam minda (pikiran) seorang murid (student/disciple mind) yang selalu mempunyai pertanyaan dan haus akan jawaban dan terus mencarinya
OBJEKTIFITAS (objectivity)- keterbukaan pikiran sehingga mampu untuk belajar cara baru (learning) dan mengganti cara lama (unlearning), dan tidak terjebak dalam kecenderungan menghakimi (judgmental) sehingga menutup mata dari ide-ide baru dan berpegang teguh pada cara terdahulu.
PIKIRAN POSITIF (positivity) – Keinginan dan kemampuan untuk selalu berusaha menemukan hikmah dan menghargai setiap situasi yang dihadapi sebagai bagian dari kehidupan
KULETAN (Resilience) – Kekuatan dan kemampuan pikiran untuk terus mencoba untuk mencapai sesuatu yang lebih baik dengan tidak menyerah pada keadaan dan kegagalan saat ini.
Dengan memahami ini, para pemimipin dapat mengambil peluang untuk berperan sebagai pendorong proses belajar pada sebuah organisasi, dengan menciptakan dan memelihara lingkungan yang kondusif untuk menumbuhkan curiosity, objectivity, positivity dan resilience.
Di sini Pemimpin perlu kemudian mengembangkan perilaku mendasar penting lainnya yaitu memberi contoh (Role modeling) melalui demonstrasi sikap belajar secara terus menerus (continue process). Antara lain dengan cara:
- Lebih banyak bertanya dari pada memberi instruksi, baik untuk minta pendapat/ide atau bahkan untuk menguji (challenge) cara dan pemikiran-pemikiran mereka. Hal ini tidak hanya akan mengasah kemampuan berpikir (thinking skill) tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah dapat mendorong tumbuhnya rasa ingin tahu dalam upaya mencari jawaban.
- Memberi kesempatan luas pada tim untuk menjalankan ide-idenya atau melakukan pekerjaan dengan cara-cara lain untuk mencapai tujuan. Hal ini selain akan mendorong sikap terbuka terhadap pemikiran/ide lain atau baru, juga akan membuat munculnya rasa dihargai yang pada gilirannya memupuk rasa percaya diri dan tanggungjawab (accountability) untuk bekerja sebaik-baiknya.
- Selalu menggunakan perkataan yang memberi semangat dan mendemonstrasikan sikap positif dalam menghadapi semua situasi kesuksesan maupun kegagalan. Mengajak tim untuk selalu mencari hikmah pembelajaran dari setiap peristiwa. Hal ini akan menimbulkan semangat dan keberanian untuk terus belajar dan pada saat yang sama melatih kemampuan analisa sebab akibat untuk menghubungkan semua titik menjadi gambaran besar yang sangat jelas.
- Memberi perhatian, masukan dan umpan balik secara konsisten dan seimbang pada sikap kerja dan kinerja setiap individu. Perhatian tidak hanya diberikan untuk kinerja yang kurang baik/gagal, tetapi sangat penting untuk juga memberi perhatian pada kinerja yang sudah baik/sukses. Hal ini akan memberi rasa kejelasan arah (sense of clarity), rasa nyaman dan dukungan (sense of support) serta rasa dihargai dalam tim. Dengan kejelasan atas apa yang sudah baik dan perlu dipertahankan dan apa yang masih harus diperbaiki akan mendorong tim untuk terus maju dan tidak jalan di tempat.
Lebih jauh lagi, pemimpin perlu bersikap lebih apresiatif terhadap potensi dan dorongan belajar seseorang tinimbang hanya mengandalkan diploma. Menghargai individu yang memiliki ide-ide, kreativitas, keberanian, dan keterbukaan tinimbang yang melulu hanya menunggu dan menuruti instruksi yang diberikan.
Bila semua pemimpin baik dalam rumah tangga, masyarakat, organisasi, perusahaan dapat mendorong proses belajar secara terus menerus, mudah-mudahan kita dapat ikut membantu menciptakan tujuan pendidikan nasional kiya yaitu: insan yang berakhlak mulia, mandiri dan bertanggung jawab. Sehingga Indonesia dapat terus berkembang menjadi bangsa yang besar, sesuai cita-cita pendidikan yang dirintis oleh Ki Hajar Dewantara yang hari lahirnya kita peringati sebagai Hari Pendidikan Nasional.
“Learning is not the product of teaching. Learning is the product of the activity of learners” – John
Disclaimer:
Admin berhak menghapus setiap komen yang bernuansa sensitif, seperti mengandung unsur SARA, pornografi dan sebagainya.